HIKMAH SHOLAT BERJAMAAH UNTUK DEMOKRASI



Tahun 2014 menjadi begitu spesial bagi masyarakat Indonesia. Di tahun ini kita akan menentukan pemimpin negara yang baru karena Bapak Susilo Bambang Yudhoyono atau yang lebih akrab dipanggil Pak SBY tidak lagi diperkenankan untuk mencalonkan diri menjadi pemimpin tertinggi pemerintahan di negara ini. Dengan dalih menegakkan demokrasi, masyarakat berkewajiban untuk menyalurkan aspirasinya melalui mekanisme pemilihan umum.
Bagi seorang muslim, memilih seorang pemimpin merupakan suatu kewajiban. Bahkan ada perintah Rasulullah yang menyatakan bahwa jika kamu ada dalam perjalanan lebih dari tiga, maka angkatlah seorang pemimpin. Esensi dari perintah ini adalah pentingnya keberadaan seorang pemimpin dalam kehidupan berkelompok, Pemimpin adalah seseorang yang dianggap mampu memberikan arahan dan tuntunan serta menjadi model yang dapat diikuti oleh orang yang dipimpin.

1.               Penentuan imam

Dalam kitab maulid simtudduror, Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al Habsyi dalam awal karyanya ini memuji Allah yang telah menciptakan segala sesuatu dengan penuh hikmah dan melingkupi dengan ilmuNya. Beliau seolah-olah mengingatkan kepada kita semua untuk kembali merenung dan berfikir atas semua ayat-ayatNya baik yang bersifat baik tekstual (al qur’an) maupun yang berwujud, baik yang nyata maupun yang ghaib dengan arahan dari sang pemimpin umat manusia Sayyidina Muhammad SAW. Salah satu ayat Allah yang dapat kita ambil hikmah dalam kehidupan berdemokrasi adalah sholat berjamaah.
Dalam sholat berjamaah terdapat dua komponen utama yaitu imam dan makmum. Imam adalah sebutan bagi orang diikuti, sedangkan makmum adalah orang yang mengikuti. Dalam ilmu fiqih telah ditentukan syarat dan urutan seseorang dapat dijadikan imam sholat. Urutan tersebut antara lain :
1.         Seseorang yang lebih mengerti aturan salat.
2.         Seseorang yang lebih fasih bacaannya baik secara tajwid maupun qira'atnya.
3.         Seseorang yang lebih hati-hati dalam masalah agama, yaitu seseorang yang menjauhkan diri dari perkara syubhat dan haram.
4.         Seseorang yang lebih dewasa/tua secara umur.
5.         Seseorang yang lebih mulia akhlaqnya dalam hubungan sesama muslim.
6.         Seseorang yang lebih banyak bertahajjud.
7.         Seseorang yang lebih mulia nasabnya.
8.         Seseorang yang lebih bersih dan rapi pakaiannya.
Ternyata yang menjadi urutan pertama dalam penentuan imam adalah kedalaman pengetahuan tentang sholat itu sendiri. Idealnya, pemimpin adalah orang yang paling mumpuni dalam hal aturan, pengelolaan organisasi dan tata kerja bawahan karena dia mempunyai kewajiban untuk mewujudkan keselarasan gerak setiap komponen organisasi yang menjadi tanggung jawabnya. Setiap pemimpin harus mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan, sebagaimana seorang imam sholat harus melakukan rukun-rukun secara benar dan tertib sehingga keutamaan sholat berjamaah yang menjadi tujuan tercapai yaitu 27 derajat diatas sholat munfarid (sholat yang dilakukan sendirian). Artinya seorang pemimpin harus mampu membawa organisasi yang dipimpinnya menjadi lebih baik.
Dalam sholat berjamaah posisi imam selalu berada di depan makmum. Dibelakangnya diutamakan seorang makmum yang mempunyai kapasitas tidak jauh dari sang imam. Mengapa? Karena dengan didampingi oleh makmum yang demikian maka pelaksanaan sholat dapat terjamin pelaksanaannya apabila terjadi sesuatu kesalahan yang dilakukan oleh imam. Seorang imam mempunyai hak untuk menentukan makmum untuk ditempatkan dibelakangnya. Namun demikian makmum dibelakang imam juga dapat ditunjuk oleh takmir dalam proses penentuan nama imam-imam sholat di masjid / musholla tersebut. Seorang pemimpin dapat menunjuk seorang wakil yang menurut analisa (baik oleh dirinya atau organisasi) memiliki kemampuan yang sepadan dan dapat bekerja sama dalam melaksanakan program kerja organisasi. Mereka diharapkan dapat saling mengawal sehingga kehidupan organisasi dapat berjalan dengan baik sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

2.               Saat imam melakukan kesalahan atau kekhilafan

Al insaanu mahallul khothoo’ wannisyaan. Setiap manusia pasti mempunyai kelengahan sehingga suatu saat salah dan lupa, tidak terkecuali imam sholat. Jika terjadi hal demikian maka sudah menjadi tugas dari makmum yang berada di belakangnya untuk mengingatkan. Bagaimana caranya? Yaitu dengan mengucapkan tasbih (kalimat subhaanallaah). Setiap imam yang mendengar “alarm” dari makmum ini harus mampu menentukan sikap dan langkah untuk memperbaiki kekhilafan atau kesalahannya. Lihatlah betapa agung ajaran Islam. Dalam mengingatkan seorang pemimpin yang melakukan kekhilafan atau kesalahan disyariatkan menggunakan kalimat yang baik (bertasbih), tidak dengan kata-kata yang justru dapat merusak keharmonisan suatu organisasi. Demikian pula koreksi dilakukan oleh orang yang secara pengetahuan sepadan dengan sang pemimpin, sehingga peringatan tersebut mempunyai dasar aturan yang benar.

3.               Jika imam batal sholatnya

Dalam ilmu fiqih ada beberapa menyebabkan seseorang batal sholatnya diantaranya :
  1. Terkena najis jika tidak langsung dibuang yang tanpa sempat dibawa
  2. Tersingkapnya aurat kecuali jika langsung di tutup seketika itu
  3. Mengucapkan dua huruf atau satu huruf yang bisa di pahami dengan sengaja
  4. Makan (dengan sedikit) dengan sengaja
  5. Makan yang banyak walaupun lupa
  6. Bergerak 4 kali yang terus-terusan walaupun dalam keadaan lupa
  7. Berbicara dengan keras
  8. Memukul dengan keras
  9. Menambah sebuah rukun fi'liyyah (perbuatan) dengan sengaja
  10. Menduhului imam dengan 2 rukun yang bersifat fi'liyyah
  11. Tertinggal dengan 2 rukun yang bersifat fi'liyyah tanpa adanya udzur
  12. Niat memutus (menghentikan) shalat
  13. Menggantungkan niat memutus shalat dengan sesuatu
  14. Ragu-ragu dalam memutuskan shalat
Hampir seluruh hal yang membatalkan sholat tersebut bersifat sirr (tersembunyi) artinya hanya orang yang bersangkutan mengetahui apakah ia mengalami hal itu atau tidak. Disini kejujuran imam sangat berpengaruh. Jika imam sholat mengalami hal-hal tersebut maka secara syar’i dia wajib mundur dari posisinya sebagai imam dan member isyarat kepada makmum yang ada di belakangnya untuk menggantikannya dalam memimpin jamaah. Hal ini dilaksanakan agar sholat berjamaah tetap berjalan sampai selesai.
Seorang pemimpin yang baik harus mampu berbuat jujur baik kepada dirinya sendiri maupun kepada masyarakat yang dipimpinnya. Jika dia aturan tidak lagi layak untuk memimpin maka demi kemaslahatan bersama dia harus mau melepaskan tanggung jawabnya dan menyerahkan kepada wakilnya tanpa merusak keberlangsungan suatu organisasi.

Bagaimana dengan makmum ?

Kewajiban makmum adalah mengikuti imam secara sempurna. Mereka tidak boleh memposisikan diri lebih dari imam baik dalam hal tempat maupun gerakan-gerakan sholatnya. Mereka harus berniat, mengetahui dan mengikuti semua gerakan imam, tidak boleh menyelisihi (berbeda) dalam hal yang bersifat sunnah karena akan merusak keharmonisan sholat berjamaah. Dalam suatu organisasi, semua anggota harus patuh dan mendukung sepenuhnya langkah-langkah pemimpinnya selama dia mampu berada diatas jalan yang benar sesuai  dengan aturan yang telah ditetapkan. Jika anggota organisasi merasa tidak sesuai dengan langkah-langkah imam dan mempunyai dasar aturan yang kuat maka dia dapat memisahkan diri dari barisan namun tidak melakukan suatu hal yang dapat merusak harmoni organisasi. Hal ini dapat diambil hikmah dari bolehnya seorang makmum memisahkan diri dari jamaah (dengan niat mufarroqoh) namun gerakannya tetap sama dengan jamaah lain.
Wallaahu a’lam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WAJIBKAH BERMADZHAB

MEMBACA, MERENUNGKAN DAN MENGAMALKAN ISI KANDUNGAN AL QUR'AN

KH KHOLISON : TIDAK ADA KADER PENGGERAK NU YANG GAGAL