KENAPA AKU MEMILIH NAHDLATUL ULAMA?

Suatu malam dengan ditemani secangkir kopi yang tidak menentu rasanya, pahit manis bercampur dengan kadar yang tidak sesuai aturan seperti tercantum dalam bungkus kopi, kubaca sebuah tulisan tentang kisah seorang wali bersama seseorang muridnya yang menanyakan konsep tauhid. Sebuah kisah yang memberikan gambaran sederhana tentang cara para wali menyampaikan kebenaran nilai-nilai agama tanpa melukai perasaan orang lain, pemeluk agama lain ataupun orang yang belum mengenal agama.

Pernah ada murid salah satu anggota Walisongo yang ragu pada konsep tauhid bertanya, "Tuhan kok jumlahnya satu? Apa nanti tidak kerepotan dan ada yang terlewat tidak diurus?"
Sunan yang ditanyai hal tersebut hanya tersenyum sejuk mendengarnya. Justru beliau minta ditemani murid tersebut menonton pagelaran wayang kulit.

Singkat cerita, sunan tersebut berkata pada muridnya, "Bagus ya cerita wayangnya..." Si murid pun menjawab penuh semangat tentang keseruan lakon wayang malam itu. "Oh iya, bagaimana menurutmu kalau dalangnya ada dua atau empat orang?" tanya sunan tersebut. Si murid langsung menjawab, "Justru lakon wayangnya bisa bubar. Dalang satu ambil wayang ini, dalang lain ambil wayang yang lain, bisa-bisa tabrakan."
Sang guru hanya tersenyum dan mengangguk-angguk mendengar jawaban polos tersebut. 

Seketika itu pula si murid beristighfar dan mengaku sudah paham konsep tauhid. Begitulah "isi" dakwah Walisongo; menjaga perasaan orang lain.

Itulah sepenggal kisah yang menarik perhatianku diantara beberapa kisah inspiratif yang menggambarkan kesabaran para penyebar agama islam di Nusantara. Keberadaan umat muslim yang saat ini menjadi "mayoritas"  di negeri ini jika dilihat dari sisi jumlah pemeluk agamanya merupakan hasil dari ratusan tahun perjuangan para ulama sebagai pewaris para nabi. Dakwah yang mengedepankan akhlak mulia menjadi metode yang sangat ampuh untuk menarik perhatian masyarakat sehingga tanpa paksaan mereka menjadi murid / santri. Dengan prinsip sami'naa wa atho'naa masyarakat menjalankan syariat agama sesuai dengan arahan para masyayih dan guru spiritual tanpa banyak bertanya "mana dalilnya?", "apakah dasarnya shohih?" dan sebagainya.

Metode dakwah yang didasari akhlakul karimah semacam inilah yang aku lihat masih istiqomah dijalankan oleh Nahdlatul Ulama di tengah masyarakat yang semakin kompleks. Dengan prinsip at-tawassuth, at-tawazun, al-i'tidal dan tasamuh NU secara istiqomah berusaha mempertahankan ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah basyariyah demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan mengawal keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

At-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan.

At-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits).

Al-i'tidal atau tegak lurus.

Tasamuh atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini.

Menurut KH Ahmad Shiddiq dalam Khitthah Nahdliyah, menyatakan bahwa prinsip-prinsip ahlussunnah wal jama'ah tersebut dapat diwujudkan dengan : 

1. Akidah. 
a. Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli. 
b. Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam. 
c. Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid'ah apalagi kafir. 

2. Syari'ah 
a. Berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode yang dapat dipertanggung­jawabkan secara ilmiah. 
b. Akal baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang jelas (sharih/qotht'i). c. Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang multi-interpretatif (zhanni). 

3. Tashawwuf/ Akhlak 
a. Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam. 
b. Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu. 
c. Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah atau berani (antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong dan rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan boros). 

4. Pergaulan antar golongan 
a. Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur pengikatnya masing-masing. 
b. Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda. 
c. Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai. 
d. Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam. 

5. Kehidupan bernegara 
a. NKRI (Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa. 
b. Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama. 
c. Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah. 
d. Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya dengan cara yang baik. 

6. Kebudayaan 
a. Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma dan hukum agama. 
b. Kebudayaan yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal. 
c. Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan (al-­muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah). 

7. Dakwah 
a. Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT. 
b. Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas. 
c. Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas, disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.

AKU BANGGA KEPADA NAHDLATUL ULAMA
AKU BERSYUKUR LAHIR DARI KELUARGA BESAR NAHDLATUL ULAMA
AKU BANGGA MENJADI BAGIAN DARI NAHDLATUL ULAMA
AKU BANGGA KELUARGAKU IKUT NAHDLATUL ULAMA

BISMILLAHIRROHMAANIRROHIIM. AKU AKAN BERKHIDMAH MELALUI NAHDLATUL ULAMA

KH. HASYIM ASY'ARI dawuh : 
"Sopo kang gelem NGURUSI NU tak anggep santriku, 
sopo kang dadi santriku tak dongakno husnul khotimah sak dzuriyahe"




Komentar

Postingan populer dari blog ini

WAJIBKAH BERMADZHAB

KEUTAMAAN MAJELIS DZIKIR

DZIKRULLAH BIL LISAN