KITA DAN GENERASI PENERUS KITA
JANGAN BIARKAN OTAK KITA
SADAR !!! Tulisan besar di sebuah tembok tertera dengan jelas karena selain
berhuruf besar juga menggunakan cat berwarna terang. Sekilas bagi kita yang
awam hanya menganggap itu hanya tulisan biasa yang sering dijumpai di berbagai
tempat di kota-kota seperti Tegal. Sama seperti coretan-coretan tak bermakna
lain yang di ditulis oleh orang-orang iseng yang hanya membuat kesan kumuh.
Namun jika kita lebih jauh mendalami makna yang terkandung dalam suatu tulisan maka
kita akan terhenyak dan menggelengkan kepala tanda keprihatinan.
Tulisan diatas mungkin
ditulis oleh seseorang yang sedang mabuk sehingga dia tidak sadar apa yang dia
lakukan. Mungkin juga ditulis oleh pihak yang stress menghadapi kehidupan yang
baginya terasa sempit melebihi sempitnya gang yang ada di kota yang semakin
sumpek dengan bangunan. Atau oleh orang yang ingin menumpahkan uneg-uneg tetapi
tidak mempunyai media yang mendukungnya sehingga apapun dijadikan tempat untuk
melepaskan rasa dongkolnya kepada kehidupan sosialnya. Semua kemungkinan dapat
muncul di benak kita tentang siapa penulis yang tidak pernah ingin sadar itu.
******
Di tempat dan waktu yang
berbeda penulis menyaksikan sekumpulan anak-anak berpakaian dominan warna hitam
bergambar tengkorak dan lambang-lambang seram lainnya berjalan menyusuri
trotoar menuju suatu tempat yang digunakan sebagai ajang berkumpul komunitas
mereka. Disisi yang lain puluhan manusia-manusia dekil bergerombol sambil
bernyanyi dan bercanda dengan kata-kata yang seringkali terdengar kotor bahkan
lebih tepat sebagai umpatan seperti a*u, bang**t dan sebagainya. Seorang
petugas keamanan berseragam polisi melakukan koordinasi dengan menggunakan
sandi “ gembel-gembel sudah masuk ke kandang “. Saat itu penulis yang sedang
menunggu pesanan sate kambing pun hanya bisa tersenyum dan mengurut dada.
Tersenyum karena sandi yang digunakan pak Polisi sangat cocok dengan keadaan
anak-anak muda itu dan mengurut dada bukan karena sakit jantung melainkan
prihatin melihat fenomena yang terpampang di depan mata.
******
Dua peristiwa yang menjadi
pengamatan penulis merupakan sedikit dari puluhan atau bahkan ratusan fenomena
sejenis yang berkaitan langsung dengan perilaku generasi muda kita yang sudah
tidak lagi sesuai dengan budaya ketimuran terutama jawa. Budaya luhur yang
diperkenalkan oleh para sesepuh kita seolah-olah tidak lagi mempunyai makna
bagi mereka. Prinsip “semau gue” yang menjadi pegangan bagi mereka mungkin
merupakan cerminan hak asasi manusia. Mereka berhak memilih apa saja yang
mereka inginkan dan melakukan kegiatan apapun sesuai kemauan mereka. Mereka
tidak lagi peduli komentar orang disekitarnya bahkan sangat mungkin orang tua
pun sudah mereka sepelekan. Naudzubillaahi min dzaalik.
******
Pertanyaan – pertanyaan
klasik yang sering kita munculkan adalah mengapa ini terjadi ? siapa yang salah
? tanggung jawab siapa ?
Sikap saling menyalahkan dan
melempar tanggung jawab sudah semestinya kita tinggalkan dan mulailah
introspeksi apakah masing-masing dari kita mempunyai andil dalam terwujudnya
situasi ini. Karena setiap pihak mempunyai peran serta dan tanggung jawab
tersediri dalam mempersiapkan generasi penerus pewaris perjuangan. Dalam sebuah
hadits dinyatakan bahwa “Semua kita
adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya atas orang-orang menjadi
tanggung jawabnya”. Janganlah pesimis dan tetaplah menjaga harapan di hati
sanubari kita akan terciptanya kehidupan yang lebih baik
******
Mulailah dari diri sendiri.
Bercerminlah dan ajukanlah pertanyaan kepada diri kita sudahkah kita tauladan
yang baik bagi anak-anak kita. Sudahkah kita memberikan modal pengetahuan yang
cukup bagi mereka untuk menatap masa depan yang jauh lebih kompleks dari
permasalahan yang kita hadapi semasa kita seumur dengan mereka. Jujurlah dalam
jawaban yang kita sampaikan.
Jika kita tidak mampu
memberikan modal pengetahuan yang cukup kepada generasi penerus kita karena
keterbatasan ilmu yang dimiliki maka mintalah tolong kepada pihak lain yang
kita anggap mampu untuk membimbing mereka. Perkenalkan mereka dengan guru yang tidak hanya mampu mengajar namun
juga mampu mendidik. Biasakanlah kita bawa anak-anak kita kepada lingkungan
yang baik yang mampu menumbuhkan rasa saling mencintai dan menghargai sehingga
prinsip “semau gue” tidak tertanam sejak dini dan jauh dari pemikiran mereka.
Bagi kita yang mempunyai
wewenang untuk mengatur, ciptakan aturan-aturan yang dapat menjaga iklim
kehidupan bermasyarakat yang sehat dan bermartabat. Jadikan kaidah-kaidah agama
sebagai pondasi. Galilah nilai-nilai budaya bangsa yang luhur sebagai sendi-sendi
yang dapat merekatkan bagian-bagian yang terpisah menjadi satu kesatuan yang
utuh sehingga setiap elemen mampu melaksanakan peran dan tanggung jawab dengan
sepenuh hati.
******
Ingatlah generasi penerus
yang baik tidaklah terwujud dengan serta merta tetapi terbentuk melalui proses
yang panjang yang melibatkan semua unsur masyarakat baik pribadi, masyarakat
maupun pemerintah. Mulailah mencari solusi. Kembangkan peran aktif kita walaupun
melalui kegiatan yang sederhana. Jangan biarkan generasi penerus kita
kehilangan pegangan yang membuat mereka kehilangan arah dan tujuan. Doakan
mereka agar mampu membawa diri dalam mengarungi samudera kehidupan yang penuh
gelombang. Kita siapkan perahu yang kuat bagi mereka. Bekali mereka dengan
pengetahuan agar mereka menjadi nahkoda yang gemilang dalam membawa negeri ini
menjadi lebih baik di masa datang.
“Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh karena itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”. (QS. An Nisa : 9)
Komentar
Posting Komentar